Apa itu food neophobia – Sewaktu kecil, pasti orang tua pernah menasihati kita agar tidak rewel dalam hal memilih-milih makanan atau mencoba menu makanan yang baru. Mungkin, dahulu kita menganggapnya sebagai angin lalu. Namun nyatanya, kebiasaan tersebut bisa memengaruhi kesehatan kita di masa yang akan datang.
Ketakutan untuk mencoba makanan baru atau istilahnya food neophobia bisa membuat kualitas gizi menjadi buruk dan meningkatkan risiko penyakit kronis, terutama bagi anak-anak yang sering mengalami hal ini. Untuk mengenal lebih jauh apa itu food neophobia, maka simak hingga tuntas ulasan dari Gurunda berikut ini.
Definisi Food Neophobia
Food Neophobia and Picky Eating (FNPE) merupakan ketidakmauan untuk mengonsumsi makanan baru atau asing, dan penolakan terhadap sebagian besar makanan yang familiar maupun makanan yang asing. FNPE yang berlebihan bisa menumbulkan berbagai masalah, sebab variasi pilihan makanan yang terbatas mampu memengaruhi status gizi dan kesejahteraan anak.
Selain itu, hal ini juga mampu meningkatkan risiko terjadinya masalah gizi pada anak. Picky Eating secara umum termasuk sebuah penolakan atau pembatasan makanan yang tidak dikenal, bahkan yang sudah anak kenal. Dengan demikian, picky eating juga termasuk dalam kategori food neophobia.
Penelitian yang Dilakukan
Tiga instansi pendidikan, yakni Institute of Health and Welfare Finlandia, University of Helsinki dan The University of Tartu in Estonia telah melakukan penelitian terhadap perilaku FNPE ini. Mereka kemudian mempublikasikan hasil penelitiannya di American Journal of Clinical Nutrition pada tahun 2019.
Penelitian tersebut memonitor partisipan dengan rentang usia 25 hingga 74 tahun selama 7 tahun lamanya. Para peneliti menggunakan kuisioner FNS (Food Neophobia Scale Food) untuk mengetahui perilaku makan dan seberapa jauh ketakutan para partisipan terhadap makanan baru. Biasanya, perilaku neophobic ini terjadi di usia kanak-kanak dan lansia.
Hasilnya, ada keterkaitan antara food neophobia dengan asupan gizi yang buruk. Seorang yang mengidap FNPE mempunyai asupan serat, protein dan asam lemak tak jenuh tunggal yang rendah. Sementara lemak jenuh dan garam yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak FNPE.
Tak hanya itu, peneliti juga menemukan kaitan antara food neophobia dengan peningkatan tanda peradangan dalam darah yang meningkatkan risiko penyakit jantung serta diabetes tipe 2. Selama ini, masyarakat kerap menyangkut pautkan efek perilaku dan pola makan dengan perubahan berat badan.
Padahal, penelitian ini bisa menjadi risiko tersendiri tanpa terpengaruh hal-hal seperti berat badan, usia, status sosial ekonomi, lingkungan atau gender. Peneliti percaya bahwa faktor warisan budaya hanya sebuah kecenderungan. Pendidikan usia dini dan bimbingan gaya hidup yang mampu memberikan pengaruh kuat dalam membentuk pola makan yang bervariasi.
Dampak Food Neophobia Bagi Kesehatan
Perilaku neophobic mempunyai dampak yang begitu signifikan terhadap status gizi masa kanak-kanak dan pola diet anak di masa depan. Pemenuhan gizi yang baik pada anak seperti memberikan makanan atau camilan sehat, akan memberikan perkembangan fisik dan mental yang optimal.
Sehingga berkontribusi terhadap penurunan risiko penyakit yang bisa saja terjadi. FNPE ini bisa menyebabkan pola diet menjadi tidak seimbang dan terjadi penurunan konsumsi makanan kaya zat gizi.
Kejadian semacam ini yang terjadi pada anak dengan alergi, intoleransi laktosa, diabetes melitus juga menjadi masalah gizi yang amat krusial. Sebab, keengganan anak untuk mencoba makanan baru akan menghambat terapi gizi dan pemulihan.
Demikianlah ulasan mengenai apa itu food neophobia yang kerap terjadi di masa kanak-kanak dan lansia. Segera konsultasikan kepada dokter spesialis anak apabila si kecil menunjukkan tanda perilaku neophobic, ya. Semoga bermanfaat!